Senin, 30 Juli 2012

Mahfud: Penyelenggaraan Negara Belum Pentingkan Moralitas

Mahfud: Penyelenggaraan Negara Belum Pentingkan Moralitas

Medan (ANTARA) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, penyelenggaraan negara di tanah air belum mengutamakan pentingnya moralitas sebagaimana tuntutan dalam Ketetapan MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. 
"Padahal kita sudah membuat kesepakatan bahwa moral itu penting," katanya dalam diskusi politik "Sistem Ketatanegaraan Presidensial" yang dilaksanakan Korps Alumni HMI di Medan, Kamis (17/5) malam. 
Menurut Mahfud, jika dilihat secara seksama dengan kehidupan berpolitik di Indonesia, semua pihak dapat menyimpulkan jika penyelenggaraan negara belum dilandasi komitmen moral yang kuat. 
Anehnya, komitmen untuk mengutamakan moral tersebut justru sudah tertuang dalam Ketetapan MPR Nomor 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa. 
Bukti kuat dari belum diutamakannya moral dalam penyelenggaraan negara itu dapat dilihat belum terealisasinya amanat Ketetapan MPR, yakni pejabat yang disoroti melakukan kesalahan seperti korupsi untuk mundur dari jabatannya. 
Dengan alasan praduga tidak bersalah dan belum diputuskan pengadilan, pejabat yang disoroti tersebut, termasuk yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi melupakan pesan moral dalam Ketetapan MPR itu. 
"Semua bilang `saya belum dinyatakan bersalah`," katanya. 
Ironisnya lagi, pejabat tersebut justru mempertontonkan ketidakpeduliannya terhadap moralitas dengan selalu memamerkan diri sebagai orang yang selalu mengajak masyarakat untuk memberantas korupsi. 
"Dia tersangka korupsi, namun kemana-kemana ceramah dalam pemberantasan korupsi," kata Mahfud. 
Moralitas HMI

Terhadap keluarga besar alumni HMI, Mahfud mengajak untuk terus memberikan pelajaran moral bagi bangsa guna semakin memperkokoh peranan organisasi tersebut. 
Menurut dia, sosialisasi tentang pentingnya moral tersebut sangat diperlukan untuk menghindari diri dari kemungkinan terlibat kesalahan akibat lemahnya sistem birokrasi dan pemerintahan yang ada di tanah air. 
Dari perjalanan dan pengalaman selama ini, masih kurangnya pengutamaan moralitas tersebut menyebabkan tidak sedikit alumni HMI justru terlibat dalam hal-hal yang mengindikasikan kerusakan moral. 
Ketika masih berstatus sebagai kader HMI, banyak aktivis yang selalu mendesak pemerintah untuk memberantas tindak pidana korupsi yang dapat mengganggu program penyejahteraan masyarakat. 
"Namun, banyak juga alumni HMI yang korupsi. Apa yang salah dengan negara ini," katanya.(rr) 

Mahasiswa Inhil Galang Dana Pembangunan Gedung KPK

Aksi penggalangan dana untuk pembangunan gedung KPK juga digelar di Tembilahan. Sekelompok mahasiswa peduli pemberantasan korupsi mengajak masyarakat membantu.

Riauterkini-TEMBILAHAN-Mahasiswa di Indragiri Hiilir menggelar aksi penggalangan dana bagi pembangunan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Kalangan mahasiswa yang tergabung dalam gerakan Aliansi Mahasiswa Peduli Gedung KPK (AMPG KPK) terdiri dari mahasiswa UNISI Tembilahan dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Inhil ini melakukan penggalangan dana di beberapa titik jalan dalam kota Tembilahan. 

Aksi kepedulian mulai digelar Ahad (1/7/12) yang mengusung tema 'Jihad Akbar Berantas Korupsi di Indonesia' ini merupakan dukungan dan kepedulian kalangan mahasiswa di Indragiri Hilir dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. 

"Aksi penggalangan dana bagi pembangunan gedung KPK ini merupakan solidaritas dan kepedulian kita terhadap gerakan pengumpulan dana yang saat ini sedang digalang secara nasional," ungkap Koordinator Lapangan Penggalangan dana AMPG KPK, Syar'i AM didampingi koordinator lainnya, Bukhari dan Edo kepada riauterkini.com, Ahad (1/7/12). 

Diterangkan, aksi ini juga bertujuan menggugah kesadaran masyarakat Inhil agar sama-sama melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi, khususnya di Indragiri Hilir. 

"Aksi ini juga menunjukkan kepada masyarakat bahwa perbuatan korupsi harus diperangi secara bersama-sama segenap elemen masyarakat, karena efeknya juga menimbulkan kerugian secara massif," sebutnya.***(mar)


SUMBER: http://www.riauterkini.com/hukum.php?arr=48593

Minggu, 29 Juli 2012

Mencapai Derajat Takwa


AKARTA– Menjalankan ibadah puasa selama Ramadan bukanlah sebuah tujuan akhir, melainkan hanya instrumen atau proses untuk mencapai derajat takwa.


Hakim Agung Salman Luthan mengemukakan, puasa yang dijalankan sepanjang satu bulan penuh menjadi tidak berarti apa-apa jika tidak mencapai derajat takwa.Menurut dia, berhasil dan tidaknya tidak tujuan puasa tidak dapat dilihat dari kemampuannya melewati hari pertama puasa hingga mencapai sebulan penuh.

Keberhasilan itu bergantung bagaimana perilaku keimanan seusai menjalankan puasa, misalnya takut terhadap Allah dalam situasi dan kondisi apa pun. “Kalau derajat takwa tidak kita capai,puasa cuma mendapatkan lapar dan dahaga,” terangnya dalam acara buka bersama alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta di Gedung Bank Indonesia, Jumat (27/7) malam.

Ketakwaan yang dimaksud, kata Salman, adalah proses tumbuhnya kesadaran diri sebagai hamba Allah, serta menjalankan semua yang diperintahkan- Nya. Indikator ketakwaan seorang muslim terlihat apabila puasa yang telah dilakukannya melahirkan peningkatan kualitas dan kuantitas ibadah. Dia menilai fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat belakangan ini menunjukkan seolah tidak ada relevansi antara ketaatan beribadah dan lahirnya ahlakul karimah.

Bahkan, banyak ditemukan orang yang rajin menjalankan ibadah puasa, rajin salat,serta rajin naik haji hingga berkali-kali, tapi akhlaknya tidak sejalan dengan ibadah mahdonya. Ibadahnya tidak memengaruhi perilaku dan tindakannya. “Orang-orang seperti itu prinsipnya salat dan puasa tetap, tapi perbuatan maksiat atau melanggar jalan terus,” kata dia. Dia mencontohkan, tidak sedikit di antara para tahanan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) yang rajin salat, berpuasa, dan naik haji berkalikali.

Namun, ibadah yang dijalankannya tidak memiliki korelasi dengan perbuatannya. Kondisi tersebut terjadi karena falsafah beragama tidak kaffah atau bahkan syahadatnya jarang diperbarui.Mereka hanya menjalankan agama denganseleranya masing-masing. ”Padahal, agama merupakan tuntunan Allah,”tegas dia. Selain itu, tidak adanya kesesuaian antara ibadah dan perilaku bukan karena praktik ibadahnya salah, tapi disebabkan manusia yang cenderung mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil.

Ibadah, kata Salman, sejatinya memiliki korelasi atau hubungan dengan ahlakul karimah, sehingga ibadah puasa benarbenar menjadi instrumen mencapai derajat ketakwaan yang lebih tinggi.“Jika derajat takwa dicapai, puasa yang dijalani selama sebulan mampu memperbaiki perilaku kita,” tuturnya.

Di tempat sama,Deputi Gubernur Bank Indonesia Halim Alamsyah mengingatkan ada ketimpangan pendapatan di kalangan masyarakat di tengah pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan melemahnya ekonomi global. Menghadapi situasi seperti itu,dia menyarankan agar masyarakat tetap berpegang pada prinsip hidup sederhana.“Ini tantangan,tapi saya juga prihatin karena di tengah kehidupan demokrasi seperti ini tidak ada yang berani mengatakan sudah saatnya kita hidup sederhana,” kata Halim.

Menurut dia, pihaknya punya kewajiban moral untuk menyampaikan tentang kondisi ekonom yang sesungguhnya. Secara umum,dia menilai ekonomi Indonesia terus tumbuh pesat. Bahkan, melemahnya ekonomi global tidak menyurutkan minat investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia.

Pertumbuhan itu tetap harus dijaga, tapi harus disertai kewaspadaan. “Itu tanda ekonomi kita mengalami kemajuan, tapi tetap harus waspada,” imbuhnya. ● andi setiawan 
 SUMBER : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/515046/

MUI ingatkan umat Islam bali tak eksklusif

MUI (ANTARA News)
Denpasar (ANTARA News) - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan umat Islam di Provinsi Bali tidak bersikap eksklusif dan lebih mengedepankan sikap toleransi terhadap umat beragama lain.

"Ikuti semua kegiatan masyarakat di kampung. Kalau yang masih muda, ikutlah olahraga bersama masyarakat," kata Ketua MUI Provinsi Bali, Taufik As`adi, dalam "Dialog Kebangsaan: Toleransi Umat Beragama Untuk Mewujudkan NKRI Yang Bermartabat" di Denpasar, Selasa malam.

Dengan mengutip dokumen tahun 1965, dia menyebutkan bahwa umat Islam di Bali harus melakukan lima hal, yakni menjaga keamanan lingkungan, berpartisipasi dalam menjamin kelancaran distribusi logistik, menjadi penghubung warga Bali dengan warga dari luar Bali, berpartisipasi dalam menjaga keutuhan RI, dan membina masyarakat melalui masjid dan lingkungan sekitar.

Menurut dia, kalau kelima hal itu dijalankan secara konsekuen, dipastikan tidak akan ada umat Islam di Bali, utamanya generasi muda yang bersikap eksklusif.

"Bahkan, pada saat Nyepi pun bukan persoalan bagi umat Islam karena justru bisa dimanfaatkan untuk ibadah di dalam rumah, seperti membaca Alquran," kata Taufik dalam dialog yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Denpasar itu.

Sementara itu, dalam kesempatan tersebut, Pembantu Rektor III Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Ida Bagus Gede Candrawan M.Ag, menilai toleransi umat Islam di Pulau Dewata sudah cukup baik.

"Pada saat Nyepi mereka juga bisa menunjukkan sikap toleransinya. Apalagi di Bali ini banyak komunitas muslim yang nota bene penduduk asli, bukan pendatang," katanya.

Demikian halnya pada saat bulan puasa, umat Hindu di Bali juga bisa menunjukkan toleransinya terhadap umat Islam yang menjalankan ibadah puasa.

"Seharusnya Bali ini bisa menjadi contoh pembangunan masyarakat berkarakter kebangsaan bagi daerah-daerah lain. Semua agama difasilitasi. Bahkan, umat Islam pun juga banyak yang membantu upacara adat di banjar (dusun adat), meskipun tidak untuk ritualnya," kata Candrawan.

Dialog yang disela dengan buka puasa bersama di sebuah hotel di Denpasar itu menjadi menarik lantaran HMI mengundang beberapa elemen mahasiswa lain, seperti Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).

"Kami sangat senang hidup di Bali ini karena meskipun mayoritas masyarakatnya penganut Hindu, tidak ada aturan yang mengadopsi agama Hindu. Bahkan, di Kampial (Nusa Dua), ada tempat ibadah untuk masing-masing pemeluk lima agama," kata seorang mahasiswa dari PMKRI saat memberikan tanggapan dalam dialog tersebut.

Sementara itu, Ketua Umum HMI Cabang Denpasar, Ibnu Hajar, mengaku tidak menduga jika acara yang dipersiapkan dalam waktu singkat mendapat respons positif dari aktivis mahasiswa lain.

"Kami ingin menunjukkan kepada senior kami di KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiwa Islam) bahwa meskipun tak punya sekretariat, kami bisa menyelenggarakan acara ini di hotel dengan ratusan undangan," katanya.

HMI Cabang Denpasar dalam sebulan terakhir sudah tidak lagi memiliki sekretariat setelah masa kontrak kantornya di kawasan Renon habis. HMI menagih janji kepada KAHMI untuk dibuatkan kantor sekretariat secara permanen dengan menggunakan dana atas penjualan aset HMI.
(M038/D009)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2012

Mahasiswa demo Kedubes Myanmar soal pembantaian Rohingya

Rohingya. ©Reuters

Sekitar 50 orang mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Muslim Peduli Rohingya (AMPR) berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Myanmar, Jalan KH Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka mengecam kasus kekerasan yang dialami etnis muslim Rohingya di Myanmar.

"Menjelang Ramadan etnis Rohingya di Myanmar mengalami perlakuan tindak kekerasan, bahkan disebutkan sebagai etnis minoritas paling menderita di dunia karena mereka ditolak kewarganegaraannya di wilayah mereka sendiri, dirampas haknya atas tanah mereka sendiri selama 30 tahun terakhir," kata K=kordinator aksi, Muhammad Zimah kepada wartawan di depan Kedubes Myanmar, Kamis (25/7).

Selain itu, lanjut Zimah, etnis Rohingya yang mayoritas adalah muslim dilarang menjalankan ibadah.

"Bahkan kini terjadi pembantaian massal dan pengusiran terhadap etnis Rohingya dari tanah mereka sendiri, pasokan makanan ditutup, ribuan rumah dibakar, dan ratusan bahkan ribuan orang dibunuh dan dibakar. Sekarang ratusan etnis Rohingya kini menjadi pengungsi," ujarnya.

Mahasiswa yang terdiri dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pemuda Muhammadiyah, Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dan elemen islam lainnya menuntut pemerintah Myanmar untuk menghentikan dan segera menyelesaikan serta mengusut tuntas kejahatan kemanusiaan di Rohingya.

"Kami mendesak kepada pemerintah Indonesia untuk secepatnya mengambil langkah-langkah diplomatik guna menyelesaikan tragedi di Rohingya, kami juga mendesak kepada komunitas ASEAN untuk segera membentuk tim investigasi guna mengungkap kejahatan terhadap kemanusiaan di Rohingya," imbuhnya.

"Kami juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Internasional untuk mengecam segala bentuk kejahatan kemanusiaan khususnya yang terjadi di Rohingya," pungkasnya.
[ren]


SUMBER: http://www.merdeka.com/peristiwa/mahasiswa-demo-kedubes-myanmar-soal-pembantaian-rohingya.html

Indonesia bisa berperan selamatkan muslim Rohingya

Sejumlah massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) berunjuk rasa di depan Kedutaan Besar Myanmar, Jakarta, Selasa (24/7). Mereka menuntut pemerintah Myanmar untuk segera menghentikan pembantaian dan penindasan warga Muslim Rohingya, serta mendesak Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan pemerintah Indonesia untuk segera turun tangan menghentikan kejahatan HAM tersebut. (FOTO ANTARA/Reno Esnir)

Jakarta (ANTARA News) - Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti mengatakan Indonesia bisa memainkan peranan penting dalam menyelamatkan Muslim Rohingya di Myanmar.

"Indonesia jangan hanya merasa sedih atas apa yang terjadi di Myanmar. Namun, apa yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan itu, misalnya, dengan cara-cara diplomasi," ujar Ikrar di Jakarta, Kamis.

Meskipun ada prinsip tidak boleh campur tangan (nonintervensi) yang merupakan prinsip fundamental ASEAN, lanjut dia, Indonesia bisa memerankan peranan penting untuk menyelesaikan persoalan itu.

"Seperti kita ketahui semua, terbukanya sistem pemerintahan di Myanmar saat ini tak bisa terlepas dari diplomasi Indonesia melalui kedekatan militer Indonesia dan Myanmar," tambah dia. 

Untuk itu, lanjut dia, Indonesia harus bisa mengambil tindakan mengingat peranan pentingnya di Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara itu.

"Palestina yang jauh saja memikirkan masalah itu. Masa Indonesia yang secara geografis dekat tidak memikirkan masalah itu," katanya.

Menjelang Ramadan, etnis Rohingya di Myanmar mengalami perlakuan tindak kekerasan oleh tentara Myanmar.

Menurut laporan terakhir, hampir 650 dari hampir satu juta Muslim Rohingya tewas selama bentrokan yang terjadi di wilayah barat Rakhine, Myanmar. Sementara 1.200 lainnya hilang dan 90.000 lebih terlantar.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan komunitas Muslim Rohingya sebagai Palestina dari Asia dan salah satu kelompok minoritas paling teraniaya di dunia.

Pemerintah Myanmar tidak mengakui Muslim Rohingya dan menyebut mereka sebagai imigran ilegal meski mereka telah tinggal di negara itu selama beberapa generasi.

(I025/D007) 
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © 2012

Indonesia Diminta Dorong Penghentian Pembantaian Muslim Rohingya


Metrotvnews.com, Bandar Lampung: Puluhan aktivis Keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) berunjuk rasa mengutuk pembantaian ribuan umat Islam Rohingya di Myanmar. Mereka meminta Persatuan Bangsa-Bangsa segera menindak tegas Pemerintah Junta Militer Myanmar yang telah melanggar hak asasi manusia.
 
Aksi digelar sekitar 50-an KAHMI Lampung di Bundaran Tugu Gajah, Bandar Lampung. Mereka mengecam aksi pembantaian umat Islam Rohingya di Myanmar yang telah menelan korban lebih dari 6.000 jiwa.
 
Para aktivis dari berbagai profesi itu meminta Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono lebih aktif mendorong penghentian kejahatan kemanusiaan di Myanmar. Pemerintah Indonesia harus secara resmi mendesak PBB, ASEAN, dan Presiden Konferensi Islam untuk mengirim bantuan kemanusian berupa makanan dan obat-obatan bagi para korban pembantaian yang masih selamat.

Selain itu mereka menuntut PBB untuk mengirim pasukan perdamaian ke Myanmar agar tidak terjadi perang saudara di negeri tersebut. PBB juga dituntut untuk menyeret pelaku kejahatan kemanusiaan di Myanmar ke Pengadilan Internasional.

Pemerintah Junta Militer Myanmar diduga telah melakukan pembersihan etnis muslim Rohingya yang dianggap sebagai bukan bagian dari negara Myanmar. Mereka membunuh dan mengusir ribuan umat muslim Myanmar sehingga terjadi gelombang pengungsian besar-besaran.(Illah Fahri/DSY)


Senin, 23 Juli 2012

Badko HMI laksanakan LK III


BANDA ACEH - Badan Kordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Provinsi Aceh mulai hari ini hinggga tanggal 28 Juli mendatang akan melaksanakan LK (latihan Kader) III yang akan digelar di Hotel Lading, Banda Aceh.

Ketua Umum Badko HMI Aceh, Zainal Fikri mengatakan bahwa kegiatan LK III ini, diikuti 15 peserta yang berasal dari Aceh, Sumatera, Jawa dan Kalimantan Tengah. " LK III itu merupakan training puncak di HMI setelah LK I dan LK II" katanya di Banda Aceh, hari ini.

Dijelaskan, selama pelaksanaan training LK III para peserta akan dibekali dengan pembuatan makalah, materi screening test, membaca dan menulis ayat-ayat Alquran, serta wawasan nasional dan internasional.

"Pelaksanaan training ini diharapkan dapat melahirkan pemuda-pemuda yang memiliki keahlian dan konsepsi yang matang tentang pembangunan,"  ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Munawir, Ketua Panitia pelaksana, Ia mengatakan bahwa pelaksanaan training LK III ini akan menghadirkan narasumber yang berasal dari Aceh, Sumatera dan Jakarta. " Insya Allah persiapan kita sudah matang" pungkasnya.
Editor: SASTROY BANGUN

Minggu, 22 Juli 2012

SHALAT TARAWIH


Sejarah

Shalat tarawih adalah  bagian dari qiyam al lail pada bulan ramadlan, dan merupakan salah satu shalat sunnah yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat secara tidak berjamaah selama beberapa waktu, dan kemudian dilaksanakan secara berjamaah oleh para shahabat.

Diriwayatkan dari Siti ‘Aisyah ra, beliau berkata : Sesungguhnya suatu ketika Nabi SAW melaksanakan shalat dimasjid, kemudian diikuti oleh para shahabat (menjadi makmum). Keesokan harinya Nabi SAW kembali shalat dan para shahabat semakin banyak yang menjadi makmum. Dan ketika tiba pada hari ketiga, para shahabat telah banyak berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak berkenan keluar menemui mereka (untuk menjadi imam). Keesokan harinya, Rasulullah SAW bersabda : “Aku mengetahui apa yang kalian lakukan (tadi malam), dan aku tidak berkenan untuk keluar menemui kalian, tidak lain karena aku khawatir shalat ini akan diwajibkan kepada kalian.” (HR Bukhari dan Abu Dawud)

Setelah para shahabat mengetahui maksud Rasulullah SAW adalah karena kekhawatiran akan diwajibkannya shalat tarawih, mereka kembali berkumpul dimasjid dan melaksanakan shalat tarawih dengan semangat. Sebagian dari para shahabat itu melaksanakan shalat tarawihnya secara sendiri (tidak berjamaah), dan sebagian yang lain melaksanakannya secara berjama’ah.
Hal ini berlangsung hingga pada masa Umar ra, dimana suatu ketika beliau masuk kemasjid dan menemukan para shahabat dan tabi’in telah banyak berkumpul memenuhi masjid, ada diantara mereka yang shalat sendiri (tidak berjamaah) dan ada pula yang melaksanakan shalat secara berjamaah bersama rekannya.

Umar ra melihatnya situasi itu secara seksama, beliau kemudian memikirkan bagaimana cara agar situasi didalam masjid menjadi lebih tenang dan lebih khusyu’. Beliau kemudian menetapkan adanya satu orang imam saja, dan beliau memilih Ubay ibn Ka’ab ra untuk menjadi imam. Sebagaimana diriwayatkan oleh Sy Umar ibn Abdul Qari yang mengatakan : Ketika itu aku keluar bersama Umar ibn Khaththab ra menuju masjid pada bulan ramadlan, dan terlihat banyak orang yang melaksanakan shalat secara terpisah-pisah, dan ada juga yang shalat secara berjamaah. Umar ra kemudian berkata : “Menurut pendapatku kalau seandainya mereka berjamah tentu akan lebih baik.” selanjutnya Umar ra menetapkan Ubay ibn Ka’ab ra untuk menjadi imam shalat tarawih. Pada malam yang lain aku kembali keluar bersama Umar ra, dan melihat para orang-orang itu melaksanakan shalat secara berjama’ah. Umar ra berkata : “Inilah sebaik-baik bid’ah (sesuatu yang baru), waktu yang mereka gunakan untuk tidur (akhir malam) lebih baik dibandingkan waktu yang mereka gunakan untuk shalat –maksudnya akhir malam-. Pada awalnya, orang-orang waktu itu menunaikan shalat pada awal malam.”(diriwayatkan oleh Bukhori)

Jumlah Rakaat

Setelah menetapkan shalat tarawih secara berjamaah, maka langkah berikutnya yang dilakukan oleh Sy Umar ra adalah menertibkan jumlah rakaat shalat tarawih dan memperpendek bacaannya sesuai jumlah rakaat shalat, karena dengan demikian dapat dirasa lebih ringan oleh makmum daripada harus shalat dengan rakaat yang panjang. Selain itu, ketika sy Umar mengatakan : “ini adalah sebaik-baik bid’ah”, dimaksudkan untuk pelaksanaan shalat tarawih diawal waktu malam, hal ini tidak seperti yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, yang melaksanakannya pada waktu tengah malam atau akhir malam.

Beberapa kalangan dari salaf al shalih melaksanakan shalat tarawih ini sejumlah 40 rakaat, dan menambahkan shalat witir 3 rakaat. Sebagian yang lain 36 rakaat, dan menambahkan witir 3 rakaat, dan masih sebagian lain yang melaksnakannya dengan jumlah yang berbeda.
Dari Yazid ibn Ruman, mengatakan : Pada mas Umar, umat Islam melaksanakan tarawih dibulan Ramadlan sejumlah 23 rakaat.(Riwayat Malik dalam al Muwaththa’)

Dari Sy Sa’ib ibn Yazid ra, mengatakan : ” Umat Islam pada Umar melaksanakan shalat tarawih sejumlah 23 rakaat, dan paa masa Ustman merka melaksanakan tarawih sampai dengan 200 rakaat, bahkan mereka sampai bertahan pada tongkatnya karena terlalu lama berdiri.” (RIwayat al Baihaqi dalam al Sunan Al Kubra)

Al Marwazi meriwayatkan dari Zaid ibn Wahab, mengatakan : “Abdullah ibn Mas’ud melaksanakan shalat dibulan Ramadlan selama semalam suntuk”. al A’masy berkata : “beliu melaksanakan shalat tarawih sejumlah 20 rakaan dan witir 3 rakaat.”
Daud ibn Qais berkata : ” Saya menjumpai umat Islam diMadinah pada masa pemerintahan Aban ibn Uthman dan Umar ibn Abdul Aziz melaksanakan shalat itu sejumlah 36 rakaat dan witir 3 rakaat.”

Dari Nafi’, dia berkata : ” Saya hanya bisa menjumpai umat Islam melaksanakan shalat itu sejumlah 39 rakaat bersama dengan witirnya.”

Dari Imam Malik, sebagaimana disampaikan al Hafidz Ibn Hajar, beliau berkata : “Menurut kami (penduduk Madinah) shalat tersebut berjumlah 39 rakaat dan Menurut penduduk Makkah sejumlah 23 rakaat, dan tdiak ada yang merasa keberatan dengannya.”

Diriwayatkan dari Imam Malik juga, beliau berkata : “Jumlah rakaat shalat tarawih adalah 46 rakaat dan witir 3 rakaat.”

Dari Zararah ibn Aufa, meriwayatkan bahwa penduduk Bashrah melaksanakannya dengan 34 rakaat dan witri 3 rakaat. dan dari Sy Sa’id ibn Jubair ra, jumlahnya 24 rakaat.
Dari Ishaq ibn Manshour, berkata : aku bertanya kepada Ahmad Ibn Hanbal : “berapa jumlah rakaat shalat qiyam al lail pada bulan Ramadlan ?” beliau menjawab : “Ada banyak pendapat, diantaranya 40 rakaat, sesungguhnya itu hanyalah shalat sunnah).”

Al Turmudzi berkata : “jumlah yang paling banyak yang sebutkan adalah 42 rakaat beserta witirnya.”

Mencermati beberapa pendapat diatas, maka para imam madzhab dan para ahli fiqihnya berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih, dengan penjelasan sebagai berikut :
Kelompok Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanbaly, menyatakan jumlahnya 20 rakaat dengan 10 kali salam, sebagaimana dilaksanakan oleh para shahabat pada masa usthman ra dan Ali ra. Pendapat ini didukung pula oleh penyusun kitab Fiqh al Sunnah dan Madzhb Daud Al Dzahiri.
Imam Syafi’i mengatakan : “Demikianlah kami menjumpai shalat yang dilaksanakan di Makkah, berjumlah 20 rakaat.”

Imam Malik berpendapat : Bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 46 rakaat selain witir, sebagaimana diriwayatkan oleh al Hafidz Ibn Hajar.
Diriwayatkan pula dari Imam Malik, beliau berkata : “Perkara ini (shalat tarawih) menurut kami berjumlah 39 rakaat.” dengan maksud shalat tarawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat.

Pertentangan Jumlah Rakaat

Dari beberapa penjelasan tentang jumlah rakaat shalat tarawih terdahulu yang dilaksanakan oleh para salaf al shalih, shahabat dan, para tabi’in, dapat diterik kesimpulan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih tidak dibatasi. Syaikh ibn Taimiyah al Hanbaly mengatakan : “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah membatasi jumlah rakaat shalat tarawih secara khusus. Barang siapa yang berpendapat bahwa jumlah rakaat tarawih dibatasi oleh Rasulullah SAW,baik yang banyak ataupun sedikit, maka pendapat itu jelas salah.”

Al Syaukani, sebagaimana dalam Nail al Authar berkata : ” Tentang ketentuan jumlah rakaat shalat yang disebut tarawih, dan ketentuan tentang bacaaan-bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih, tidak pernah ada hadits yang menjelaskannya.”

Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh sy Aisyah ra, beliau berkata : “Rasulullah tidak pernah menambahkan (jumlah rakaat shalatnya), baik dalam bulan Ramadlan maupun bulan lainnya, lebih dari 11 rakaat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Turmudzi dan Malik) Yang dimaksudkan oleh sy Aisyah tersebut adalah jumlah rakaat shalat witir, bukan shalat tarawih.

Sy Aisyah ra mengatakan : “Maupun bulan lainnya”. Maksudnya bulan-bulan selain ramadlan yang tidak ada pelaksanaan shalat tarawih. Hal ini sebagai penjelasan bahwa shalat witir adalah shalat yang dilaksanakan baik dalam bulan Ramadlan atau diluar Ramadlan.
Imam al Turmudzi mengatakan : “Diriwayatkan dari Rasulullah SAW, shalat witir itu (jumlah rakaatnya) 13, 11, 9, 7. 5, 3 dan 1.”

Apabila pada bulan diluar Ramadlan shalat witir Rasulullah SAW dilaksanakan 11 atau 13 rakaat, maka apakah masuk akal kalau dalam bulan Ramadlan beliau hanya melaksanakan 3 rakaat saja ? Kalau memang hadits diatas diartikan 8 rakaat shalat tarawih dan 3 rakaat shalat witir. Sungguh penjelasan yang susah diterima.

Kalau kemudian kita tetap berpegang teguh dengan pendapat tersebut, bahwa shalat tarawih hanya dilaksanakan sebanyak 8 rakaat saja, maka hal in bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para shahabat, karena mereka melaksanakan tarawih sebanyak 20 rakaat, hingga masa Imam Malik dan imam Syafi’i. Dan apakah dapat kita terima ketika sy Aisyah ra menjelaskan bahwa para shahabat melaksanakan tarawih sejumlah 20 rakaat, dan kemudian beliau diam saja ketika melihat para shahabat melanggar sunnah Rasulullah SAW? (dengan melaksanakan tarawih 8 rakaat saja). Dan apakah dapat kita terima, kalau seandainya para shahabat itu melaksanakan tarawih (8 rakaat), padahal hal tersebut bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW ? Padahal kita mengetahui bahwa jumlah rakaat tarawih di Makkah adalah 20 rakaat, dan tidak ulama yang menentangnya.

Ibn Taimiyah berkata : “Saat Ubay ibn Ka’ab memimpin shalat tarawih sejumlah 20 rakaat, dan 3 rakaat shalat witir, hal ini oelh para ulama disebut sebagai sunnah, karena dilaksanakan oleh kaum Muhajirin dan Anshar dengan tanpa adanya penolakan. Inilah yang disebut sebagai Ijma’.”

Kesimpulannya : Bahwa para shahabat telah bersepakat bahwa shalat tarawih berjumlah 20 rakaat, demikina juga dengan tabi’in dan para pengikutnya. Dan tidak ada satupun salaf al shalih yang menentangnya, kecuali dalam hal menambahkan jumlah rakaat, melebihi 20 rakaat.

Amalan Berbuka Puasa


Amalan Ketika Berbuka Puasa - Setelah kita menyimak mengenai doa berbuka puasa dan juga doa niat puasa ramadhan,sekarang kita berlanjut kepada hal yang tak kalah penting yaitu amalan berbuka puasa yang bisa kita biasakan saat menjelang berbuka puasa.

Ketika berbuka puasa sebenarnya terdapat berbagai amalan yang membawa kebaikan dan keberkahan. Namun seringkali kita melalaikannya, lebih disibukkan dengan hal lainnya. Hal yang utama yang sering dilupakan adalah do’a. Secara lebih lengkapnya, mari kita lihat tulisan berikut seputar sunnah-sunnah ketika berbuka puasa:

Pertama: Menyegerakan berbuka puasa

Yang dimaksud menyegerakan berbuka puasa, bukan berarti kita berbuka sebelum waktunya. Namun yang dimaksud adalah ketika matahari telah tenggelam atau ditandai dengan dikumandangkannya adzan Maghrib, maka segeralah berbuka. Dan tidak perlu sampai selesai adzan atau selesai shalat Maghrib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098)

Dalam hadits yang lain disebutkan,

لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ

“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku (ajaranku) selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” (HR. Ibnu Hibban 8/277 dan Ibnu Khuzaimah 3/275, sanad shahih). Inilah yang ditiru oleh Rafidhah (Syi’ah), mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka. (Lihat Shifat Shoum Nabi, 63)

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat Maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR. Abu Daud no. 2356 dan Ahmad 3/164, hasan shahih)

Kedua: Berbuka dengan rothb, tamr atau seteguk air

Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas bin Malik di atas, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai berbuka dengan rothb (kurma basah) karena rothb amat enak dinikmati. Namun kita jarang menemukan rothb di negeri kita karena kurma yang sudah sampai ke negeri kita kebanyakan adalah kurma kering (tamr). Jika tidak ada rothb, barulah kita mencari tamr (kurma kering). Jika tidak ada kedua kurma tersebut, maka bisa beralih ke makanan yang manis-manis sebagai pengganti. Kata ulama Syafi’iyah, ketika puasa penglihatan kita biasa berkurang, kurma itulah sebagai pemulihnya dan makanan manis itu semakna dengannya (Kifayatul Akhyar, 289). Jika tidak ada lagi, maka berbukalah dengan seteguk air. Inilah yang diisyaratkan dalam hadits Anas di atas.

Ketiga: Sebelum makan berbuka, ucapkanlah ‘bismillah’ agar tambah barokah

Inilah yang dituntunkan dalam Islam agar makan kita menjadi barokah, artinya menuai kebaikan yang banyak.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala (yaitu membaca ‘bismillah’). Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”.” (HR. Abu Daud no. 3767 dan At Tirmidzi no. 1858, hasan shahih)

Dari Wahsyi bin Harb dari ayahnya dari kakeknya bahwa para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَأْكُلُ وَلاَ نَشْبَعُ. قَالَ « فَلَعَلَّكُمْ تَفْتَرِقُونَ ». قَالُوا نَعَمْ. قَالَ « فَاجْتَمِعُوا عَلَى طَعَامِكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ يُبَارَكْ لَكُمْ فِيهِ »

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami makan dan tidak merasa kenyang?” Beliau bersabda: “Kemungkinan kalian makan sendiri-sendiri.” Mereka menjawab, “Ya.” Beliau bersabda: “Hendaklah kalian makan secara bersama-sama, dan sebutlah nama Allah, maka kalian akan diberi berkah padanya.” (HR. Abu Daud no. 3764, hasan). Hadits ini menunjukkan bahwa agar makan penuh keberkahan, maka ucapkanlah bismilah serta keberkahan bisa bertambah dengan makan berjama’ah (bersama-sama).

Keempat: Berdo’a ketika berbuka “Dzahabazh zhoma-u …”

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا أَفْطَرَ قَالَ « ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ ».

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika telah berbuka mengucapkan: ‘Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)’.” (HR. Abu Daud no. 2357, hasan). Do’a ini bukan berarti dibaca sebelum berbuka dan bukan berarti puasa itu baru batal ketika membaca do’a di atas. Ketika ingin makan, tetap membaca ‘bismillah’ sebagaimana dituntunkan dalam penjelasan sebelumnya. Ketika berbuka, mulailah dengan membaca ‘bismillah’, lalu santaplah beberapa kurma, kemudian ucapkan do’a di atas ‘dzahabazh zhoma-u …’. Karena do’a di atas sebagaimana makna tekstual dari “إِذَا أَفْطَرَ “, berarti ketika setelah berbuka.

Catatan: Adapun do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku berbuka)” Do’a ini berasal dari hadits hadits dho’if (lemah). Begitu pula do’a berbuka, “Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka), Mula ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan “wa bika aamantu” adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih. Sehingga cukup do’a shahih yang kami sebutkan di atas (dzahabazh zhomau …) yang hendaknya jadi pegangan dalam amalan.

Kelima: Berdo’a secara umum ketika berbuka

Ketika berbuka adalah waktu mustajabnya do’a. Jadi janganlah seorang muslim melewatkannya. Manfaatkan moment tersebut untuk berdo’a kepada Allah untuk urusan dunia dan akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, (3) Do’a orang yang terzholimi.” (HR. Tirmidzi no. 2526 dan Ibnu Hibban 16/396, shahih). Ketika berbuka adalah waktu terkabulnya do’a karena ketika itu orang yang berpuasa telah menyelesaikan ibadahnya dalam keadaan tunduk dan merendahkan diri (Lihat Tuhfatul Ahwadzi, 7: 194).

Keenam: Memberi makan berbuka.

Jika kita diberi kelebihan rizki oleh Allah, manfaatkan waktu Ramadhan untuk banyak-banyak berderma, di antaranya adalah dengan memberi makan berbuka karena pahalanya yang amat besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا

“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5/192, hasan shahih)

Ketujuh: Mendoakan orang yang beri makan berbuka

Ketika ada yang memberi kebaikan kepada kita, maka balaslah semisal ketika diberi makan berbuka. Jika kita tidak mampu membalas kebaikannya dengan memberi yang semisal, maka doakanlah ia. Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ صَنَعَ إِلَيْكُمْ مَعْرُوفًا فَكَافِئُوهُ فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا مَا تُكَافِئُونَهُ فَادْعُوا لَهُ حَتَّى تَرَوْا أَنَّكُمْ قَدْ كَافَأْتُمُوهُ

“Barangsiapa yang memberi kebaikan untukmu, maka balaslah. Jika engkau tidak dapati sesuatu untuk membalas kebaikannya, maka do’akanlah ia sampai engkau yakin engkau telah membalas kebaikannya.” (HR. Abu Daud no. 1672 dan Ibnu Hibban 8/199, shahih)

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan,

اللَّهُمَّ أَطْعِمْ مَنْ أَطْعَمَنِى وَأَسْقِ مَنْ أَسْقَانِى

“Allahumma ath’im man ath’amanii wa asqi man asqoonii” [Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku]” (HR. Muslim no. 2055)

Kedelapan: Ketika berbuka puasa di rumah orang lain

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika disuguhkan makanan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah, beliau mengucapkan,

أَفْطَرَ عِنْدَكُمُ الصَّائِمُونَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمُ الأَبْرَارُ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ

“Afthoro ‘indakumush shoo-imuuna wa akala tho’amakumul abroor wa shollat ‘alaikumul malaa-ikah [Orang-orang yang berpuasa berbuka di tempat kalian, orang-orang yang baik menyantap makanan kalian dan malaikat pun mendo’akan agar kalian mendapat rahmat].” (HR. Abu Daud no. 3854 dan Ibnu Majah no. 1747 dan Ahmad 3/118, shahih)

Kesembilan: Ketika menikmati susu saat berbuka

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَطْعَمَهُ اللَّهُ الطَّعَامَ فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَأَطْعِمْنَا خَيْرًا مِنْهُ. وَمَنْ سَقَاهُ اللَّهُ لَبَنًا فَلْيَقُلِ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيهِ وَزِدْنَا مِنْهُ

“Barang siapa yang Allah beri makan hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi wa ath’imnaa khoiron minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan berilah kami makan yang lebih baik darinya). Barang siapa yang Allah beri minum susu maka hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi wa zidnaa minhu” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan tambahkanlah darinya). Rasulullah shallallahu wa ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada sesuatu yang bisa menggantikan makan dan minum selain susu.” (HR. Tirmidzi no. 3455, Abu Daud no. 3730, Ibnu Majah no. 3322, hasan)

Kesepuluh: Minum dengan tiga nafas dan membaca ‘bismillah’

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

كان يشرب في ثلاثة أنفاس إذا أدنى الإناء إلى فيه سمى الله تعالى وإذا أخره حمد الله تعالى يفعل ذلك ثلاث مرات

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa minum dengan tiga nafas. Jika wadah minuman didekati ke mulut beliau, beliau menyebut nama Allah Ta’ala. Jika selesai satu nafas, beliau bertahmid (memuji) Allah Ta’ala. Beliau lakukan seperti ini tiga kali.” (Shahih, As Silsilah Ash Shohihah no. 1277)

Kesebelas: Berdoa sesudah makan.

Di antara do’a yang shahih yang dapat diamalkan dan memiliki keutamaan luar biasa adalah do’a yang diajarkan dalam hadits berikut. Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ. غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458, hasan)

Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734) An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang mencukupkan dengan bacaan “alhamdulillah” saja, maka itu sudah dikatakan menjalankan sunnah.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17: 51)

Demikian tadi beberapa amalan berbuka puasa. Moga yang sederhana ini bisa kita amalkan. Dan moga bulan Ramadhan kita penuh dengan kebaikan dan keberkahan. Wallahu waliyyut taufiq.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat