Minggu, 22 Juli 2012

SHALAT TARAWIH


Sejarah

Shalat tarawih adalah  bagian dari qiyam al lail pada bulan ramadlan, dan merupakan salah satu shalat sunnah yang biasa dikerjakan oleh Rasulullah SAW dan para shahabat secara tidak berjamaah selama beberapa waktu, dan kemudian dilaksanakan secara berjamaah oleh para shahabat.

Diriwayatkan dari Siti ‘Aisyah ra, beliau berkata : Sesungguhnya suatu ketika Nabi SAW melaksanakan shalat dimasjid, kemudian diikuti oleh para shahabat (menjadi makmum). Keesokan harinya Nabi SAW kembali shalat dan para shahabat semakin banyak yang menjadi makmum. Dan ketika tiba pada hari ketiga, para shahabat telah banyak berkumpul, tetapi Rasulullah SAW tidak berkenan keluar menemui mereka (untuk menjadi imam). Keesokan harinya, Rasulullah SAW bersabda : “Aku mengetahui apa yang kalian lakukan (tadi malam), dan aku tidak berkenan untuk keluar menemui kalian, tidak lain karena aku khawatir shalat ini akan diwajibkan kepada kalian.” (HR Bukhari dan Abu Dawud)

Setelah para shahabat mengetahui maksud Rasulullah SAW adalah karena kekhawatiran akan diwajibkannya shalat tarawih, mereka kembali berkumpul dimasjid dan melaksanakan shalat tarawih dengan semangat. Sebagian dari para shahabat itu melaksanakan shalat tarawihnya secara sendiri (tidak berjamaah), dan sebagian yang lain melaksanakannya secara berjama’ah.
Hal ini berlangsung hingga pada masa Umar ra, dimana suatu ketika beliau masuk kemasjid dan menemukan para shahabat dan tabi’in telah banyak berkumpul memenuhi masjid, ada diantara mereka yang shalat sendiri (tidak berjamaah) dan ada pula yang melaksanakan shalat secara berjamaah bersama rekannya.

Umar ra melihatnya situasi itu secara seksama, beliau kemudian memikirkan bagaimana cara agar situasi didalam masjid menjadi lebih tenang dan lebih khusyu’. Beliau kemudian menetapkan adanya satu orang imam saja, dan beliau memilih Ubay ibn Ka’ab ra untuk menjadi imam. Sebagaimana diriwayatkan oleh Sy Umar ibn Abdul Qari yang mengatakan : Ketika itu aku keluar bersama Umar ibn Khaththab ra menuju masjid pada bulan ramadlan, dan terlihat banyak orang yang melaksanakan shalat secara terpisah-pisah, dan ada juga yang shalat secara berjamaah. Umar ra kemudian berkata : “Menurut pendapatku kalau seandainya mereka berjamah tentu akan lebih baik.” selanjutnya Umar ra menetapkan Ubay ibn Ka’ab ra untuk menjadi imam shalat tarawih. Pada malam yang lain aku kembali keluar bersama Umar ra, dan melihat para orang-orang itu melaksanakan shalat secara berjama’ah. Umar ra berkata : “Inilah sebaik-baik bid’ah (sesuatu yang baru), waktu yang mereka gunakan untuk tidur (akhir malam) lebih baik dibandingkan waktu yang mereka gunakan untuk shalat –maksudnya akhir malam-. Pada awalnya, orang-orang waktu itu menunaikan shalat pada awal malam.”(diriwayatkan oleh Bukhori)

Jumlah Rakaat

Setelah menetapkan shalat tarawih secara berjamaah, maka langkah berikutnya yang dilakukan oleh Sy Umar ra adalah menertibkan jumlah rakaat shalat tarawih dan memperpendek bacaannya sesuai jumlah rakaat shalat, karena dengan demikian dapat dirasa lebih ringan oleh makmum daripada harus shalat dengan rakaat yang panjang. Selain itu, ketika sy Umar mengatakan : “ini adalah sebaik-baik bid’ah”, dimaksudkan untuk pelaksanaan shalat tarawih diawal waktu malam, hal ini tidak seperti yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, yang melaksanakannya pada waktu tengah malam atau akhir malam.

Beberapa kalangan dari salaf al shalih melaksanakan shalat tarawih ini sejumlah 40 rakaat, dan menambahkan shalat witir 3 rakaat. Sebagian yang lain 36 rakaat, dan menambahkan witir 3 rakaat, dan masih sebagian lain yang melaksnakannya dengan jumlah yang berbeda.
Dari Yazid ibn Ruman, mengatakan : Pada mas Umar, umat Islam melaksanakan tarawih dibulan Ramadlan sejumlah 23 rakaat.(Riwayat Malik dalam al Muwaththa’)

Dari Sy Sa’ib ibn Yazid ra, mengatakan : ” Umat Islam pada Umar melaksanakan shalat tarawih sejumlah 23 rakaat, dan paa masa Ustman merka melaksanakan tarawih sampai dengan 200 rakaat, bahkan mereka sampai bertahan pada tongkatnya karena terlalu lama berdiri.” (RIwayat al Baihaqi dalam al Sunan Al Kubra)

Al Marwazi meriwayatkan dari Zaid ibn Wahab, mengatakan : “Abdullah ibn Mas’ud melaksanakan shalat dibulan Ramadlan selama semalam suntuk”. al A’masy berkata : “beliu melaksanakan shalat tarawih sejumlah 20 rakaan dan witir 3 rakaat.”
Daud ibn Qais berkata : ” Saya menjumpai umat Islam diMadinah pada masa pemerintahan Aban ibn Uthman dan Umar ibn Abdul Aziz melaksanakan shalat itu sejumlah 36 rakaat dan witir 3 rakaat.”

Dari Nafi’, dia berkata : ” Saya hanya bisa menjumpai umat Islam melaksanakan shalat itu sejumlah 39 rakaat bersama dengan witirnya.”

Dari Imam Malik, sebagaimana disampaikan al Hafidz Ibn Hajar, beliau berkata : “Menurut kami (penduduk Madinah) shalat tersebut berjumlah 39 rakaat dan Menurut penduduk Makkah sejumlah 23 rakaat, dan tdiak ada yang merasa keberatan dengannya.”

Diriwayatkan dari Imam Malik juga, beliau berkata : “Jumlah rakaat shalat tarawih adalah 46 rakaat dan witir 3 rakaat.”

Dari Zararah ibn Aufa, meriwayatkan bahwa penduduk Bashrah melaksanakannya dengan 34 rakaat dan witri 3 rakaat. dan dari Sy Sa’id ibn Jubair ra, jumlahnya 24 rakaat.
Dari Ishaq ibn Manshour, berkata : aku bertanya kepada Ahmad Ibn Hanbal : “berapa jumlah rakaat shalat qiyam al lail pada bulan Ramadlan ?” beliau menjawab : “Ada banyak pendapat, diantaranya 40 rakaat, sesungguhnya itu hanyalah shalat sunnah).”

Al Turmudzi berkata : “jumlah yang paling banyak yang sebutkan adalah 42 rakaat beserta witirnya.”

Mencermati beberapa pendapat diatas, maka para imam madzhab dan para ahli fiqihnya berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat shalat tarawih, dengan penjelasan sebagai berikut :
Kelompok Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanbaly, menyatakan jumlahnya 20 rakaat dengan 10 kali salam, sebagaimana dilaksanakan oleh para shahabat pada masa usthman ra dan Ali ra. Pendapat ini didukung pula oleh penyusun kitab Fiqh al Sunnah dan Madzhb Daud Al Dzahiri.
Imam Syafi’i mengatakan : “Demikianlah kami menjumpai shalat yang dilaksanakan di Makkah, berjumlah 20 rakaat.”

Imam Malik berpendapat : Bahwa jumlah rakaat shalat tarawih adalah 46 rakaat selain witir, sebagaimana diriwayatkan oleh al Hafidz Ibn Hajar.
Diriwayatkan pula dari Imam Malik, beliau berkata : “Perkara ini (shalat tarawih) menurut kami berjumlah 39 rakaat.” dengan maksud shalat tarawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat.

Pertentangan Jumlah Rakaat

Dari beberapa penjelasan tentang jumlah rakaat shalat tarawih terdahulu yang dilaksanakan oleh para salaf al shalih, shahabat dan, para tabi’in, dapat diterik kesimpulan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih tidak dibatasi. Syaikh ibn Taimiyah al Hanbaly mengatakan : “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah membatasi jumlah rakaat shalat tarawih secara khusus. Barang siapa yang berpendapat bahwa jumlah rakaat tarawih dibatasi oleh Rasulullah SAW,baik yang banyak ataupun sedikit, maka pendapat itu jelas salah.”

Al Syaukani, sebagaimana dalam Nail al Authar berkata : ” Tentang ketentuan jumlah rakaat shalat yang disebut tarawih, dan ketentuan tentang bacaaan-bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih, tidak pernah ada hadits yang menjelaskannya.”

Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh sy Aisyah ra, beliau berkata : “Rasulullah tidak pernah menambahkan (jumlah rakaat shalatnya), baik dalam bulan Ramadlan maupun bulan lainnya, lebih dari 11 rakaat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Turmudzi dan Malik) Yang dimaksudkan oleh sy Aisyah tersebut adalah jumlah rakaat shalat witir, bukan shalat tarawih.

Sy Aisyah ra mengatakan : “Maupun bulan lainnya”. Maksudnya bulan-bulan selain ramadlan yang tidak ada pelaksanaan shalat tarawih. Hal ini sebagai penjelasan bahwa shalat witir adalah shalat yang dilaksanakan baik dalam bulan Ramadlan atau diluar Ramadlan.
Imam al Turmudzi mengatakan : “Diriwayatkan dari Rasulullah SAW, shalat witir itu (jumlah rakaatnya) 13, 11, 9, 7. 5, 3 dan 1.”

Apabila pada bulan diluar Ramadlan shalat witir Rasulullah SAW dilaksanakan 11 atau 13 rakaat, maka apakah masuk akal kalau dalam bulan Ramadlan beliau hanya melaksanakan 3 rakaat saja ? Kalau memang hadits diatas diartikan 8 rakaat shalat tarawih dan 3 rakaat shalat witir. Sungguh penjelasan yang susah diterima.

Kalau kemudian kita tetap berpegang teguh dengan pendapat tersebut, bahwa shalat tarawih hanya dilaksanakan sebanyak 8 rakaat saja, maka hal in bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para shahabat, karena mereka melaksanakan tarawih sebanyak 20 rakaat, hingga masa Imam Malik dan imam Syafi’i. Dan apakah dapat kita terima ketika sy Aisyah ra menjelaskan bahwa para shahabat melaksanakan tarawih sejumlah 20 rakaat, dan kemudian beliau diam saja ketika melihat para shahabat melanggar sunnah Rasulullah SAW? (dengan melaksanakan tarawih 8 rakaat saja). Dan apakah dapat kita terima, kalau seandainya para shahabat itu melaksanakan tarawih (8 rakaat), padahal hal tersebut bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW ? Padahal kita mengetahui bahwa jumlah rakaat tarawih di Makkah adalah 20 rakaat, dan tidak ulama yang menentangnya.

Ibn Taimiyah berkata : “Saat Ubay ibn Ka’ab memimpin shalat tarawih sejumlah 20 rakaat, dan 3 rakaat shalat witir, hal ini oelh para ulama disebut sebagai sunnah, karena dilaksanakan oleh kaum Muhajirin dan Anshar dengan tanpa adanya penolakan. Inilah yang disebut sebagai Ijma’.”

Kesimpulannya : Bahwa para shahabat telah bersepakat bahwa shalat tarawih berjumlah 20 rakaat, demikina juga dengan tabi’in dan para pengikutnya. Dan tidak ada satupun salaf al shalih yang menentangnya, kecuali dalam hal menambahkan jumlah rakaat, melebihi 20 rakaat.

Tidak ada komentar: