Setelah para shahabat mengetahui maksud
Rasulullah SAW adalah karena kekhawatiran akan diwajibkannya shalat tarawih,
mereka kembali berkumpul dimasjid dan melaksanakan shalat tarawih dengan
semangat. Sebagian dari para shahabat itu melaksanakan shalat tarawihnya secara
sendiri (tidak berjamaah), dan sebagian yang lain melaksanakannya secara
berjama’ah.
Hal ini berlangsung
hingga pada masa Umar ra, dimana suatu ketika beliau masuk kemasjid dan
menemukan para shahabat dan tabi’in telah banyak berkumpul memenuhi masjid, ada
diantara mereka yang shalat sendiri (tidak berjamaah) dan ada pula yang
melaksanakan shalat secara berjamaah bersama rekannya.
Umar ra melihatnya situasi itu secara seksama,
beliau kemudian memikirkan bagaimana cara agar situasi didalam masjid menjadi
lebih tenang dan lebih khusyu’. Beliau kemudian menetapkan adanya satu orang
imam saja, dan beliau memilih Ubay ibn Ka’ab ra untuk menjadi imam. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Sy Umar ibn Abdul Qari yang mengatakan : Ketika itu aku
keluar bersama Umar ibn Khaththab ra menuju masjid pada bulan ramadlan, dan
terlihat banyak orang yang melaksanakan shalat secara terpisah-pisah, dan ada
juga yang shalat secara berjamaah. Umar ra kemudian berkata : “Menurut
pendapatku kalau seandainya mereka berjamah tentu akan lebih baik.” selanjutnya
Umar ra menetapkan Ubay ibn Ka’ab ra untuk menjadi imam shalat tarawih. Pada
malam yang lain aku kembali keluar bersama Umar ra, dan melihat para
orang-orang itu melaksanakan shalat secara berjama’ah. Umar ra berkata :
“Inilah sebaik-baik bid’ah (sesuatu yang baru), waktu yang mereka gunakan untuk
tidur (akhir malam) lebih baik dibandingkan waktu yang mereka gunakan untuk
shalat –maksudnya akhir malam-. Pada awalnya, orang-orang waktu itu menunaikan
shalat pada awal malam.”(diriwayatkan oleh Bukhori)
Jumlah Rakaat
Setelah menetapkan shalat tarawih secara
berjamaah, maka langkah berikutnya yang dilakukan oleh Sy Umar ra adalah
menertibkan jumlah rakaat shalat tarawih dan memperpendek bacaannya sesuai
jumlah rakaat shalat, karena dengan demikian dapat dirasa lebih ringan oleh
makmum daripada harus shalat dengan rakaat yang panjang. Selain itu, ketika sy
Umar mengatakan : “ini adalah sebaik-baik bid’ah”, dimaksudkan untuk
pelaksanaan shalat tarawih diawal waktu malam, hal ini tidak seperti yang
dilaksanakan oleh Rasulullah SAW, yang melaksanakannya pada waktu tengah malam
atau akhir malam.
Beberapa kalangan dari salaf al shalih
melaksanakan shalat tarawih ini sejumlah 40 rakaat, dan menambahkan shalat
witir 3 rakaat. Sebagian yang lain 36 rakaat, dan menambahkan witir 3 rakaat,
dan masih sebagian lain yang melaksnakannya dengan jumlah yang berbeda.
Dari Yazid ibn Ruman, mengatakan : Pada mas Umar,
umat Islam melaksanakan tarawih dibulan Ramadlan sejumlah 23 rakaat.(Riwayat
Malik dalam al Muwaththa’)
Dari Sy Sa’ib ibn Yazid ra, mengatakan : ” Umat
Islam pada Umar melaksanakan shalat tarawih sejumlah 23 rakaat, dan paa masa
Ustman merka melaksanakan tarawih sampai dengan 200 rakaat, bahkan mereka
sampai bertahan pada tongkatnya karena terlalu lama berdiri.” (RIwayat al
Baihaqi dalam al Sunan Al Kubra)
Al Marwazi meriwayatkan dari Zaid ibn Wahab,
mengatakan : “Abdullah ibn Mas’ud melaksanakan shalat dibulan Ramadlan selama
semalam suntuk”. al A’masy berkata : “beliu melaksanakan shalat tarawih
sejumlah 20 rakaan dan witir 3 rakaat.”
Daud ibn Qais
berkata : ” Saya menjumpai umat Islam diMadinah pada masa pemerintahan Aban ibn
Uthman dan Umar ibn Abdul Aziz melaksanakan shalat itu sejumlah 36 rakaat dan
witir 3 rakaat.”
Dari Nafi’, dia berkata : ” Saya hanya bisa
menjumpai umat Islam melaksanakan shalat itu sejumlah 39 rakaat bersama dengan
witirnya.”
Dari Imam Malik, sebagaimana disampaikan al
Hafidz Ibn Hajar, beliau berkata : “Menurut kami (penduduk Madinah) shalat
tersebut berjumlah 39 rakaat dan Menurut penduduk Makkah sejumlah 23 rakaat,
dan tdiak ada yang merasa keberatan dengannya.”
Diriwayatkan dari Imam Malik juga, beliau berkata
: “Jumlah rakaat shalat tarawih adalah 46 rakaat dan witir 3 rakaat.”
Dari Zararah ibn Aufa, meriwayatkan bahwa
penduduk Bashrah melaksanakannya dengan 34 rakaat dan witri 3 rakaat. dan dari
Sy Sa’id ibn Jubair ra, jumlahnya 24 rakaat.
Dari Ishaq ibn
Manshour, berkata : aku bertanya kepada Ahmad Ibn Hanbal : “berapa jumlah
rakaat shalat qiyam al lail pada bulan Ramadlan ?” beliau menjawab : “Ada
banyak pendapat, diantaranya 40 rakaat, sesungguhnya itu hanyalah shalat sunnah).”
Al Turmudzi berkata : “jumlah yang paling banyak
yang sebutkan adalah 42 rakaat beserta witirnya.”
Mencermati beberapa pendapat diatas, maka para
imam madzhab dan para ahli fiqihnya berbeda pendapat mengenai jumlah rakaat
shalat tarawih, dengan penjelasan sebagai berikut :
Kelompok
Syafi’iyah, Hanafiyah dan Hanbaly, menyatakan jumlahnya 20 rakaat dengan 10
kali salam, sebagaimana dilaksanakan oleh para shahabat pada masa usthman ra
dan Ali ra. Pendapat ini didukung pula oleh penyusun kitab Fiqh al Sunnah dan
Madzhb Daud Al Dzahiri.
Imam Syafi’i
mengatakan : “Demikianlah kami menjumpai shalat yang dilaksanakan di Makkah,
berjumlah 20 rakaat.”
Imam Malik berpendapat : Bahwa jumlah rakaat
shalat tarawih adalah 46 rakaat selain witir, sebagaimana diriwayatkan oleh al
Hafidz Ibn Hajar.
Diriwayatkan pula dari Imam Malik, beliau berkata
: “Perkara ini (shalat tarawih) menurut kami berjumlah 39 rakaat.” dengan
maksud shalat tarawih 36 rakaat dan witir 3 rakaat.
Pertentangan Jumlah Rakaat
Dari beberapa penjelasan tentang jumlah rakaat shalat tarawih terdahulu
yang dilaksanakan oleh para salaf al shalih, shahabat dan, para tabi’in, dapat
diterik kesimpulan bahwa jumlah rakaat shalat tarawih tidak dibatasi. Syaikh
ibn Taimiyah al Hanbaly mengatakan : “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak pernah
membatasi jumlah rakaat shalat tarawih secara khusus. Barang siapa yang
berpendapat bahwa jumlah rakaat tarawih dibatasi oleh Rasulullah SAW,baik yang
banyak ataupun sedikit, maka pendapat itu jelas salah.”
Al Syaukani, sebagaimana dalam Nail al Authar
berkata : ” Tentang ketentuan jumlah rakaat shalat yang disebut tarawih, dan
ketentuan tentang bacaaan-bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih, tidak
pernah ada hadits yang menjelaskannya.”
Sedangkan hadits yang diriwayatkan oleh sy Aisyah
ra, beliau berkata : “Rasulullah tidak pernah menambahkan (jumlah rakaat
shalatnya), baik dalam bulan Ramadlan maupun bulan lainnya, lebih dari 11
rakaat.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i, Turmudzi dan Malik) Yang
dimaksudkan oleh sy Aisyah tersebut adalah jumlah rakaat shalat witir, bukan
shalat tarawih.
Sy Aisyah ra mengatakan : “Maupun bulan lainnya”.
Maksudnya bulan-bulan selain ramadlan yang tidak ada pelaksanaan shalat
tarawih. Hal ini sebagai penjelasan bahwa shalat witir adalah shalat yang
dilaksanakan baik dalam bulan Ramadlan atau diluar Ramadlan.
Imam al Turmudzi
mengatakan : “Diriwayatkan dari Rasulullah SAW, shalat witir itu (jumlah
rakaatnya) 13, 11, 9, 7. 5, 3 dan 1.”
Apabila pada bulan diluar Ramadlan shalat witir
Rasulullah SAW dilaksanakan 11 atau 13 rakaat, maka apakah masuk akal kalau
dalam bulan Ramadlan beliau hanya melaksanakan 3 rakaat saja ? Kalau memang
hadits diatas diartikan 8 rakaat shalat tarawih dan 3 rakaat shalat witir.
Sungguh penjelasan yang susah diterima.
Kalau kemudian kita tetap berpegang teguh dengan
pendapat tersebut, bahwa shalat tarawih hanya dilaksanakan sebanyak 8 rakaat
saja, maka hal in bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh para shahabat,
karena mereka melaksanakan tarawih sebanyak 20 rakaat, hingga masa Imam Malik
dan imam Syafi’i. Dan apakah dapat kita terima ketika sy Aisyah ra menjelaskan
bahwa para shahabat melaksanakan tarawih sejumlah 20 rakaat, dan kemudian
beliau diam saja ketika melihat para shahabat melanggar sunnah Rasulullah SAW?
(dengan melaksanakan tarawih 8 rakaat saja). Dan apakah dapat kita terima,
kalau seandainya para shahabat itu melaksanakan tarawih (8 rakaat), padahal hal
tersebut bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW ? Padahal kita mengetahui
bahwa jumlah rakaat tarawih di Makkah adalah 20 rakaat, dan tidak ulama yang
menentangnya.
Ibn Taimiyah berkata : “Saat Ubay ibn Ka’ab
memimpin shalat tarawih sejumlah 20 rakaat, dan 3 rakaat shalat witir, hal ini
oelh para ulama disebut sebagai sunnah, karena dilaksanakan oleh kaum Muhajirin
dan Anshar dengan tanpa adanya penolakan. Inilah yang disebut sebagai Ijma’.”
Kesimpulannya : Bahwa para shahabat telah bersepakat bahwa shalat
tarawih berjumlah 20 rakaat, demikina juga dengan tabi’in dan para pengikutnya.
Dan tidak ada satupun salaf al shalih yang menentangnya, kecuali dalam hal
menambahkan jumlah rakaat, melebihi 20 rakaat.